Pada
pagi hari Kamis Putih, uskup bersama dengan para imam dalam
keuskupannya, berkumpul di katedral untuk merayakan Misa Krisma. Misa
ini menunjukkan persatuan antara para imam dengan uskup mereka. Dalam
Misa Krisma, uskup memberkati tiga macam minyak - minyak katekumen
(oleum catechumenorum atau oleum sanctorum), minyak orang sakit (oleum
infirmorum) dan minyak krisma (sacrum chrisma) - yang nantinya
dipergunakan dalam pelayanan sakramen-sakramen di seluruh wilayah
keuskupan sepanjang tahun itu. Tradisi ini berasal dari Gereja Perdana
seperti dicatat dalam Sakramentarium Gelasius (dinamakan seturut Paus
Gelasius I, wafat tahun 496), tetapi kemudian dimasukkan ke dalam Misa
sore Kamis Putih; Paus Pius XII menerbitkan suatu Rangkaian Ibadat yang
baru untuk Pekan Suci, di mana ditetapkan kembali suatu perayaan Misa
Krisma khusus yang membedakannya dari Misa sore.
Sepanjang
Kitab Suci, terdapat berbagai referensi yang menyatakan pentingnya
minyak zaitun dalam kehidupan sehari-hari. Minyak dipergunakan untuk
memasak, teristimewa dalam membuat roti, yakni bahan makanan pokok (mis
Bil 11:7-9); sebagai bahan bakar pelita (mis Mat 25:1-9); dan sebagai
unsur penyembuh dalam pengobatan (mis Yes 1:6 dan Luk 10:34). Di samping
itu, kaum Yahudi mengurapi kepala tamu mereka dengan minyak sebagai
ucapan selamat datang (mis Luk 7:46), memperelok penampilan seseorang
(mis Rut 3:3) dan memburat jenazah sebelum dimakamkan (mis Mrk 16:1).
Dalam praktek keagamaan, bangsa Yahudi juga mempergunakan minyak untuk
mempersembahkan kurban (mis Kel 29:40); mempersembahkan suatu tugu
peringatan demi menghormati Tuhan (mis Kej 28:18); dan untuk menguduskan
kemah pertemuan, tabut perjanjian, meja, kandil, mezbah pembakaran
ukupan, mezbah korban bakaran, bejana pembasuhan (mis Kel 30:26-29).
Penggunaan minyak jelas merupakan bagian dari hidup masyarakat
sehari-hari.
Kitab Suci juga menegaskan simbolisme rohani dari minyak. Misalnya, dalam Mazmur 23:5 kita dapati, “Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,” menggambarkan kemurahan dan kekuatan dari Tuhan; dan Mazmur 45:8, “Engkau
mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu,
telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi
teman-teman sekutumu,” menggambarkan perutusan istimewa dari
Tuhan dan sukacita menjadi hamba-Nya. Lagipula, “diurapi” oleh Tuhan
menyatakan bahwa seorang menerima suatu panggilan khusus dari Tuhan dan
kuasa Roh Kudus untuk menunaikan panggilan itu. Yesus, dengan
menggemakan kata-kata Yesaya, bersabda, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku” (Luk 4:18). St Paulus menegaskan point ini, “Sebab
Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam
Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya
atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai
jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (2Kor 1:21). Sebab
itu, simbolisme minyak adalah berlimpah pengudusan, penyembuhan,
pemberian kekuatan, tanda perkenanan, dedikasi, penyerahan diri dan
kurban.
Berdasarkan
warisan ini, Gereja perdana mengadaptasi penggunaan minyak zaitun dalam
ritual sakramentalnya. Minyak Katekumen dipergunakan sehubungan dengan
Sakramen Baptis. St Hipolitus dalam Tradisi Apostoliknya (215) menulis
mengenai suatu “minyak eksorsisme” yang dipergunakan untuk mengurapi
para calon baptis menjelang pembaptisan. Praktek ini masih terus
dilakukan. Dalam liturgi baptis yang sekarang, imam mendaraskan doa
pembebasan dan lalu, dengan minyak katekumen mengurapi orang yang akan
dibaptis pada dadanya, seraya mengatakan, “Kami mengurapi engkau dengan
minyak keselamatan dalam nama Kristus Juruselamat kita; kiranya Ia
menguatkan engkau dengan kuasa-Nya, Ia yang hidup dan berkuasa untuk
selama-lamanya.” Pengurapan dengan minyak katekumen sesudah doa
pembebasan juga dapat dilakukan sepanjang masa katekumenat di salah satu
atau beberapa kesempatan. Dalam kedua peristiwa tersebut, pengurapan
ini melambangkan kebutuhan manusia akan pertolongan dan kekuatan dari
Tuhan untuk mematahkan belenggu masa lampau dan mengatasi perlawanan
dari yang jahat agar ia dapat mengaku imannya, datang pada pembaptisan
dan hidup sebagai anak Allah.
Minyak
orang sakit dipergunakan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit (dulu
dikenal sebagai Sakramen Terakhir). St Yakobus menulis, “Kalau
ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para
panatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan
minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan
orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; jika ia telah berbuat
dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:14-15). Dalam
Tradisi Apostolik oleh St Hipolitus, dicatat satu dari rumusan-rumusan
tertua untuk memberkati minyak orang sakit. Juga, pada masa Gereja
awali, seorang imam (atau beberapa imam) akan memberkati minyak ini pada
saat minyak hendak dipergunakan, suatu tradisi yang masih dilestarikan
dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi, dalam Ritus Latin, setidak-tidaknya
sejak Abad Pertengahan, para imam menggunakan minyak yang telah
diberkati uskup; sebagai contoh, St Bonifasius
pada tahun 730 menginstruksikan kepada semua imam di wilayah Jerman
untuk hanya menggunakan minyak orang sakit yang telah diberkati uskup.
Sekarang, imam mengurapi dahi orang yang sakit seraya mengatakan,
“Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara
dengan rahmat Roh Kudus,” dan lalu imam mengurapi kedua tangan si sakit
seraya berkata, “Semoga Tuhan membebaskan saudara dari dosa dan
membangunkan Saudara di dalam rahmat-Nya.” Bagian tubuh yang lain dapat
juga diurapi jika tidak mungkin mengurapi tangan atau jika terdapat
suatu kebutuhan khusus lainnya.
Terakhir,
minyak krisma merupakan campuran minyak zaitun dan balsam, suatu damar
aromatik. Minyak ini berhubungan dengan pengudusan orang. Pada masa
Perjanjian Lama, para imam, para nabi dan para raja bangsa Yahudi
diurapi. Minyak ini dipergunakan dalam Sakramen Baptis, Sakramen
Penguatan dan Sakramen Tahbisan Suci sebab ketiga sakramen ini menerakan
suatu tanda sakramental yang tak terhapuskan. Pemberkatan minyak krisma
berbeda dari minyak-minyak lainnya: Uskup menghembus di atas bejana
krisma, suatu gerakan yang melambangkan baik Roh Kudus yang turun ke
atas minyak yang dikuduskan ini, dan melambangkan kodrat pemberian diri
dan pengudusan dari sakramen untuk mana minyak dipergunakan. (Ingat
bagaimana Tuhan kita “menghembusi” para rasul pada malam Paskah seraya
mengatakan, “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22).
Para konselebran dalam Misa Krisma juga mengulurkan tangan kanan mereka
ke arah minyak krisma sementara uskup mendaraskan doa pengudusan,
melambangkan bahwa dalam persatuan dengan uskup, mereka “ikut menyandang
kewibawaan Kristus Sendiri, untuk membangun, menguduskan dan membimbing
Tubuh-Nya,” yakni Gereja (Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Pelayanan
dan Kehidupan Para Imam, No 2).
Mengenai
pembaptisan, St Hipolitus dalam Tradisi Apostolik berbicara mengenai
suatu pengurapan sesudah baptis dengan “minyak syukur”. Serupa itu,
segera sesudah pembaptisan dalam ritus yang sekarang, imam mengurapi
orang yang dibaptis dengan krisma pada puncak kepalanya, seraya
mengatakan, “Saudara terkasih, Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus,
telah melahirkan Saudara kembali dari air dan Roh Kudus dan mengampuni
semua dosa Saudara. Saudara sudah diangkat menjadi anak-Nya dan
dipersatukan dengan umat-Nya. Sekarang Saudara diurapi dengan Minyak
krisma, seperti Kristus diurapi oleh Roh Kudus menjadi imam, nabi dan
raja. Semoga Allah berkenan melindungi Saudara, agar Saudara menjadi
anggota umat-Nya yang setia, sampai masuk kehidupan yang kekal. Amin.”
Dalam
Sakramen Penguatan, uskup mengurapi dahi calon dengan krisma, seraya
berkata, “Semoga dimeterai oleh anugerah Allah Roh Kudus.”
Minyak
Krisma juga dipergunakan dalam Sakramen Tahbisan Suci. Dalam ritus
tahbisan imamat, uskup mengurapi kedua telapak tangan dari masing-masing
imam baru dengan krisma. Dalam ritus tahbisan episkopat, uskup yang
menahbiskan mengurapi kepala uskup baru.
Terakhir,
Minyak Krisma dipergunakan dalam upacara pemberkatan sebuah gereja. Di
sini, uskup mengurapi altar, menuangkan minyak krisma di tengah altar
dan di masing-masing dari keempat sudutnya. Disarankan agar uskup
mengurapi keseluruhan altar. Setelah mengurapi altar, uskup mengurapi
dinding-dinding gereja di duabelas atau empat tempat yang ditandai
dengan salib.
Sementara
Bapa Uskup memberkati ketiga minyak suci ini pada Misa Krisma, hati
kita tertuju kepada Tuhan kita yang murah hati, yang menganugerahkan
cinta dan belas kasih-Nya yang tak terhingga kepada kita melalui
sakramen-sakramen ini. Marilah kita juga berdoa bagi uskup kita dan bagi
para imam yang adalah para pelayan sakramen-sakramen di paroki agar
mereka senanitasa menjadi abdi-abdi Allah yang bersahaja dan murah hati.